Kelapa Sawit Jadi Solusi Ketimpangan Ekonomi
Perkebunan kelapa sawit berkontribusi dalam menurunkan ketimpangan sosial ekonomi karena memiliki distribusi pendapatan ...
KAPUAS HULU, SAWITSUMATERA.ID – Sawit adalah tanaman yang penuh paradoks. Dikasihi karena menyejahterakan, namun juga sering digugat karena isu lingkungan. Meski begitu, semangat para petani tak pernah surut, termasuk di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, salah satu wilayah terdepan Indonesia yang berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia.
Kabupaten ini dikenal sebagai “Heart of Borneo” dan dijuluki juga sebagai “Jantungnya Kalimantan”. Dengan dua taman nasional besar, Betung Kerihun dan Danau Sentarum – Kapuas Hulu menjadi rumah bagi beragam flora dan fauna endemik. Tak kurang dari 56% wilayahnya merupakan kawasan hutan lindung, sehingga pembangunan ekonomi di daerah ini harus dijalankan dengan hati-hati dan selaras dengan kelestarian lingkungan.
BACA JUGA:Indonesia Masih Berpeluang Kembali Nikmati Tarif 0 Persen Ekspor Sawit ke Amerika Serikat
Ketua Bidang Pengembangan SDM GAPKI, Sumarjono Saragih, yang juga menjabat sebagai Co-Presidensi JAGA SAWITAN (Jaringan Ketenagakerjaan untuk Sawit Berkelanjutan), menjelaskan bahwa posisi Kapuas Hulu yang unik ini menghadirkan tantangan tersendiri.
“Di satu sisi, masyarakat punya hak untuk hidup sejahtera. Tapi di sisi lain, mereka juga harus menjaga taman nasional dan kelestarian hutan. Karena itu, ruang gerak ekonomi masyarakat sangat dibatasi oleh regulasi dan pengawasan ketat dari berbagai pihak, termasuk NGO lingkungan,” ujar Sumarjono, Minggu (2/11/2025).
BACA JUGA:IPOC 2025, GAPKI Dorong Tata Kelola dan Daya Saing Industri Sawit berkelanjutan
Ia menambahkan, banyak petani yang ingin menanam sawit di area non-hutan (44% wilayah), namun terjebak dalam masalah klasik: bibit palsu. Harga murah dan minimnya informasi membuat petani tergoda membeli benih dari lapak daring tanpa sertifikasi. Akibatnya, produktivitas rendah dan hasil panen tidak sesuai harapan.
Untuk menjawab masalah itu, Perkumpulan Organisasi Petani Sawit Indonesia (POPSI) menggelar Pertemuan Teknis Petani Sawit di Putussibau pada 30 Oktober 2025. Acara bertajuk “Pengembangan Sawit untuk Kesejahteraan Masyarakat di Daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar)” ini didukung penuh oleh Ketua DPRD Kapuas Hulu Yanto SP serta Bupati Fransiskus Diaan yang bahkan turut hadir membuka acara, sebuah tanda bahwa sawit menjadi urusan penting bagi daerah ini.
BACA JUGA:Harga TBS Mitra Plasma Riau Turun, Per Kilonya Menjadi Rp 3.653,60, Ini Daftar Harganya
Dalam forum tersebut, GAPKI hadir untuk berbagi pengetahuan seputar pembangunan SDM dan keberlanjutan industri sawit. “Selain bibit bersertifikat, petani juga perlu dilindungi secara manusiawi. Mereka harus paham soal keselamatan kerja, kesehatan, dan jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan. Sawit tidak hanya tentang lahan, tapi tentang manusia yang menanam dan mengelolanya,” jelas Sumarjono.
Menariknya, antusiasme petani luar biasa. Lebih dari 150 peserta memadati Hotel Grand Banana Putussibau, melebihi kapasitas ruangan. Fakta ini membuktikan bahwa sawit telah menjadi harapan ekonomi utama bagi warga Kapuas Hulu.
Sumarjono menegaskan pentingnya kolaborasi multipihak dalam membangun sawit berkelanjutan. “Harus ada dialog terbuka dengan semua pihak, termasuk NGO lingkungan. Kalau dialog dilembagakan, hasilnya bisa nyata dan berkelanjutan. Kami di GAPKI sudah membuktikan lewat platform JAGA SAWITAN, yang jadi wadah dialog antara pengusaha sawit dan serikat buruh,” ujarnya.
BACA JUGA: Nilai Ekspor Produk Kelapa Sawit pada Agustus Naik
Model kolaboratif seperti ini diharapkan juga bisa diterapkan di Kapuas Hulu melalui inisiatif baru bernama ISAKU (Inisiatif Sawit Berkelanjutan Kapuas Hulu). Uniknya, sebutan “ISAKU” jika diucapkan terdengar seperti “desaku” sejalan dengan semangat pembangunan dari desa.
Konsep ISAKU ini sejalan dengan agenda Asta Cita Prabowo – Gibran, yang menempatkan desa dan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas. Dengan kolaborasi JAGA SAWITAN dan ISAKU, diharapkan muncul energi besar untuk mendorong sawit yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga menyejahterakan manusia yang hidup di sekitarnya.
Sawit sering dipersepsikan negatif, padahal banyak bukti menunjukkan bahwa sawit berkelanjutan mampu menjaga keseimbangan antara alam, manusia, dan ekonomi. “Menanam sawit bukan dosa. Justru bisa menjadi jalan menuju kesejahteraan, asal dilakukan dengan prinsip berkelanjutan dan menghargai alam,” pungkas Sumarjono.
Dengan kolaborasi seperti JAGA SAWITAN dan ISAKU, Kapuas Hulu berpeluang besar menjadi contoh nyata bahwa sawit bisa tumbuh harmonis bersama alam, menjaga “Heart of Borneo” tetap hijau, sekaligus menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. (*)
Perkebunan kelapa sawit berkontribusi dalam menurunkan ketimpangan sosial ekonomi karena memiliki distribusi pendapatan ...
JAKARTA, SAWITSUMATERA.ID– Industri kelapa sawit kembali menunjukkan peran sosialnya melalui aksi kemanusiaan bert...
JAMBI, SAWITSUMATERA..ID – Para petani kelapa sawit di Provinsi Jambi bergembira ria. Pasalnya, harga Tandan...
SAWITSUMATERA.ID- Pencemaran karbon dioksida (CO₂) dari pembakaran bahan bakar fosil seperti bensin, solar, dan proses...
JAKARTA, SAWITSUMATERA.ID- Di tengah kritik bahwa industri sawit dianggap kontradiktif dengan isu penurunan emisi, biodi...
JAKARTA,SAWISUMATERA.ID- Produksi CPO bulan September 2025 mencapai 3.932 ribu ton, turun -22,32% dari bulan sebelumnya ...
JAKARTA , SAWITSUMATERA.ID— Kabar baik datang dari industri sawit nasional. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa S...
JAKARTA, SAWITSUMTAERA.ID- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) kembali menggelar forum strategis t...
JAKARTA, SAWITSUMATERA.ID- Produksi CPO (Crude Palm Oil) pada bulan Agustus 2025 mencapai 5.062 ribu ton, turun ...
JAKARTA, SAWITSUMATERA.ID – Indonesia terus memperkuat komitmennya terhadap pembangunan industri kelapa sawit...

